EntomoConserve: Peningkatan Konservasi Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) dengan Metode Entomophily

INTEGRATED TERMINAL PANGKAL BALAM

Dokumentasi

Anggrek Bulan Sumatera

Tujuan Program

Peningkatan populasi Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) melalui metode entomophily yang menggunakan lebah kelulut sebagai polinator alami untuk meningkatkan keberhasilan penyerbukan dan memperkuat konservasi anggrek spesies lokal.

Sasaran Program

Meningkatkan populasi Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana).

Latar Belakang

Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) merupakan spesies anggrek endemik Indonesia yang saat ini menghadapi ancaman serius akibat degradasi habitat dan eksploitasi berlebihan. Menurut Permen LHK Nomor 106 tahun 2018 spesies ini termasuk dalam daftar tumbuhan yang dilindungi. Penurunan populasi Anggrek Bulan disebabkan oleh perusakan habitat aslinya, seperti alih fungsi lahan, penebangan hutan, dan kurangnya perlindungan di kawasan konservasi. Selain itu, rendahnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya konservasi spesies ini juga berkontribusi pada kondisi kritis Anggrek Bulan. Dengan terus berlanjutnya perusakan habitat, populasi anggrek ini semakin menurun, yang pada akhirnya dapat mengarah pada kepunahan jika tidak ada tindakan konservasi yang tepat.

Deskripsi Program

Program EntomoConserve merupakan metode konservasi yang bertujuan untuk meningkatkan keberhasilan penyerbukan Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) melalui metode Entomophily, yaitu penyerbukan yang dibantu oleh serangga, dimana IT pangkal balam memanfaatkan lebah kelulut (Trigona sp.). Lebah kelulut dipilih sebagai polinator alami karena kemampuannya yang efektif dalam membantu proses penyerbukan anggrek tanpa
merusak bunga.

Sebelum adanya program, Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) mengalami degradasi yang signifikan dimana persebaran utamanya ada di daerah Sumatra. Hal ini terjadi karena Eksploitasi berlebihan, laju pertumbuhan dan reproduksi lambat karena kurangnya polinator alami. Akibatnya, populasi Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) terus menurun dan spesies ini terancam punah. Menurut Permen LHK Nomor 106 tahun 2018 tentang jenis tumbuhan dan satwa yang dilindungi, status Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) merupakan tumbuhan yang dilindungi. Oleh karena itu perusahaan berupaya untuk melakukan perbaikan lingkungan untuk meningkatkan jumlah populasi Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana).

Sesudah adanya program, dimana melalui metode Entomophily yang memanfaatkan lebah kelulut (Trigona sp.) sebagai polinator alami. Sarang lebah kelulut ditempatkan di sekitar habitat anggrek, memungkinkan lebah melakukan penyerbukan tanpa merusak bunga, sehingga mempercepat proses reproduksi alami. Program ini juga mencakup pemantauan rutin terhadap proses penyerbukan dan pertumbuhan anggrek, serta perbaikan habitat melalui
pelestarian vegetasi asli dan reboisasi untuk menjaga lingkungan tetap mendukung. Sehingga populasi Anggrek Bulan (phalaenopsis sumatrana) meningkat akibat terjaganya polinator alami dan habitatnya mengalami peningkatan signifikan. Keberhasilan program ini dilihat dengan penyerbukan meningkat tajam, dan ekosistem tetap terjaga, serta dengan adanya program ini masyarakat binaan IT Pangkal Balam dapat memanfaatkan madu hasil dari lebah
kelulut,


Inovasi ini tergolong sebagai Sistem yang termasuk kedalam klasifikasi Rekayasa Ekologi dikarenakan menggunakan pendekatan berbasis alam untuk memulihkan proses ekosistem yang terganggu, khususnya penyerbukan. Dengan memanfaatkan lebah kelulut sebagai polinator alami, program ini memulihkan interaksi penting antara spesies untuk mendukung keberlanjutan Anggrek Bulan, yang sebelumnya terancam akibat hilangnya polinator di habitat aslinya. Selain itu, program ini tidak hanya berfokus pada konservasi satu spesies, tetapi juga menjaga dan meningkatkan fungsi ekosistem secara keseluruhan dengan menjaga vegetasi asli dan memperbaiki habitat yang rusak. Program ini mencerminkan karakteristik utama rekayasa ekologi, yaitu memulihkan keseimbangan ekosistem secara berkelanjutan dengan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Inovasi ini memenuhi unsur kebaruan belum pernah diterapkan pada sektor industri migas EP sejenis berdasarkan buku Best Practice 2017-2022 yang diterbitkan oleh Kementrian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.


Inovasi ini terintegrasi dengan kajian LCA dimana mampu meningkatan perbaikan nilai dampak lingkungan Land Use Change sebesar -23625 m2. Value Creation program inovasi adalah mengkorservasi lahan sebesar 0,63 Ha dan dan sebanyak 2 Anggrek Bulan di tahun 2024 dengan anggaran sebesar Rp 2.000.000. 

Skema Program

Join Our Community

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipiscing elit. Ut elit tellus, luctus nec ullamcorper mattis, pulvinar dapibus leo.

Scroll to Top